CAPRES & CALEG HARUS AKTIF KAWAL GERAKAN MHP

Oleh : RIANCE JUSKAL
(Sekretaris Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi Bersih (Kopi Putih)

Gerakan Melindungi Hak Pilih (MHP) serta tagar #lindungihakpilihmu yang diprakarsai oleh Komisi Pemilihan Umum yang dilaksanakan serentak hari ini  Rabu 17 Oktober 2018, adalah langkah yang luar biasa dalam upaya jemput bola untuk menyelamatkan hak pilih masyarakat dalam pelaksanaan Pemilihan Legislatif (Pileg), Pemilihan Presiden (Pilpres) 17 April 2019 mendatang.

Jika pertanyaannya siapa itu pemilih? Dalam UU Pemilu No 7/2017, pasal 198 adalah warga negara Indonesia yang harus terdaftar sebagai pemilih, genap berumur 17 tahun atau lebih pada waktu pelaksanaan pemilihan, sudah atau sudah pernah kawin mempunyai hak pilih didaftar satu kali oleh penyelenggara pemilu dalam daftar pilih.
Terus siapa warga negara Indonesia itu? Warga Negara Indonesia adalah orang-orang/bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara Indonesia.

Seharusnya nomenklatur ini sudah sangat jelas dan dapat dipergunakan dalam menjamin partisipasi masyarakat dalam pemilu yang dilaksanakan. Tapi pada Pasal 202 ayat (2) dan Pasal 210 ayat (3) UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan bahwa pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS hanya pemilih yang memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el). Tidak lagi mengakomodir Surat Keterangan bagi warga negara yang tidak memiliki KTP.
Menurut hemat saya pasal inilah yang mendorong KPU untuk membuat Gerakan Melindungi Hak Pilih (GMHP) serta tagar #lindungihakpilihmu, karena esensi pemilu itu sendiri dalam negara demokrasi adalah menjaga dan menjamin bahwa semua masyarakat bisa menggunakan hak pilihnya nanti, mengingat semenjak Daftar Pemilih Tetap (DPT) ditetapkan oleh KPU RI beberapa waktu yang lalu, masih banyak ditemukan calon pemilih yang belum masuk kedalam DPT, langkah selanjutnya yang diambil KPU dengan memperbaiki DPT dengan membuat DPT Hasil Pencermatan, namun upaya itu masih dirasakan kurang oleh KPU. Karena dianggap masih menyisakan berbagai persoalan, mulai dari masih banyaknya warga yang tidak terdaftar di DPT terutama yang tinggal dikawasan hutan yang tidak bisa mendapatkan KTP karena terbentur UU kehutanan, persoalan pemilih yang terdaftar ganda, hingga orang mati yang masih terdaftar di DPT, bahkan hingga persoalan Sistem Daftar Pemilih (Sidalih) yang terkadang susah diakses dan berbagai persoalan lainnya.

Sangat wajar jika KPU terlihat sedikit panik dan terkesan “nyinyir” terkait persoalan DPT ini, karena sangat berkaitan erat nantinya dengan logistik pemilu yaitu jumlah surat suara yang akan dicetak nantinya, seperti yang diatur dalam UU no 7 tahun 2017 pasal 344 ayat 2, bahwa jumlah surat suara yang dicetak harus berdasarkan DPT yang sudah ditetapkan ditambah cadangan 2% dari jumlah DPT yang ditetapkan. Oleh karena itu KPU harus mampu menghasilkan DPT yang betul-betul akurat. Sedangkan kondisi yang terjadi sekarang ini, DPT sudah ditetapkan namun masih banyak masyarakat yang belum masuk kedalam DPT itu sendiri dan jika dibiarkan terancam tidak bisa menggunakan hak pilihnya nanti. Meskipun dalam aturan mainnya masyarakat yang tidak terdaftar dalam DPT bisa menggunakan hak pilihnya di TPS yang berada di lokasi tempat tinggalnya sesuai alamat yang tercantum dalam KTP Elektronik yang dimiliki, dikhawatirkan tidak akan tercover dengan jumlah surat suara yang tersedia di setiap TPS nantinya, yaitu hanya 2% dari jumlah DPT, Jika itu terjadi nantinya sudah dipastikan KPU akan mendapatkan tudingan tidak mampu melaksanakan Pemilu yang telah diamanahkan UU kepada mereka karena gagal memastikan semua masyarakat bisa menggunakan hak pilihnya pada pemilu nanti dan bisa berujung kepada pengadilan mahkamah kode etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Sangat disayangkan jika upaya nyinyir KPU dalam menyelamatkan hak pilih masyarakat ini dibiarkan saja oleh semua Calon Legislatif dan Calon Presiden yang akan bertarung dalam pemilu 2019 nanti yang akan memperebutkan simpati masyarakat untuk dipilih.

Sudah seharusnya mereka ikut membantu mengawal dan mengawasi bersama persoalan DPT ini, bahasa gampangnya “percuma capek-capek kampanye, eh ternyata yang ditargetkan untuk memilih tidak bisa memilih nantinya”.

Sudah sewajarnya dan seharusnya para caleg dan capres ini memastikan semua konstituennya yang diperkirakan akan memilih mereka nantinya semuanya sudah terdaftar dalam DPT, tidak hanya cukup dengan strategi sekedar mengurus KTP Elektronik calon pemilih saja seperti yang sudah dilakukan oleh beberapa caleg dan menjadi rahasia umum dengan harapan akan memilih dirinya nanti, alangkah lebih afdolnya lagi memastikan bahwa konstituennya yang diurus KTP Elektronik nya juga sudah terdaftar di DPT dan bisa menggunakan hak pilihnya, mengingat masih rendahnya tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang bagaimana bisa menggunakan hak pilihnya pada pemilu nanti dan menginventarisir semua persoalan terkait DPT ini sebagai salah satu berkas yang bisa dipergunakan dalam sengketa hasil pemilu nanti.(***)

Komentar